Sore itu, aku dah siap-siap pergi ke Gunung Banyak, yaitu bukit kecil yang biasa dipakai untuk Take off para atlit paralayang. Alumni di kampus dahulu, dan kebetulan juga aktifis PA Paragirindra yang notabene bimbinganku sudah sms bahwa sore sekitar jam 16.00 WIB dia sudah siap nandem saya. Nah jilalah kok sore itu keliatan mendung dan memang si Agus Capung (temenku) sms lagi bahwa cuaca tidak mendukung, angin terlalu besar, dan agak hujan, jadi ya sudah cari waktu lain aku bilang dengan penekanan bahwa aku akan balik ke Kupang tanggal 16 Agustus 2010. "Oyi pak, engko tak kabari maneh nek angine wis ok (Iya pak, nanti saya kabari lagi kalau anginnya sudah ok)", kata Agus. "Ok Gus", aku bilang.
Besoknya saya tunggu belum ada kabar, ya saya lakukan aja pekerjaanku sehari-hari seperti biasa.
Pas pada hari minggu tanggal 15 Agustus 2010 pagi saat aku dan anakku pergi ke Malang, Agus sms bilang kalau cuaca pagi itu bagus, aku disuruh naik ke gunung Banyak. Aku bilang "Ok Gus, entenono nek duwur, aku arep munggah (Ok Gus, tunggu di atas, aku mau naik)". "Ok pak, aku tunggu", jawab Agus.
Bergegaslah aku nyengklak motor dengan anakku plus tidak lupa bawa kamera eh HP dink, dan tidak lupa tali pengikat agar kalau terbang nanti HP tidak jatuh ke bumi dan aku menangis hik ihik ihik......(barang keramat satu-satunya, kalau nggak ada aku akan kebingungan).
Sampai di atas bukit aku coba menghubungi si Agus, eh tak bel-bel berkali-kali dengan nomor yang berbeda-beda nggak diangkat, ada apa ini prasangkaku. Terus aku tanya ke tukang parkir, "Mas, Agus Capung ono ta ? (Mas, Agus Capung apakah ada di sini ?). "Onok mas, iku instruktur sing nggawe helm putih !" (Ada mas, itu instruktur yang memakai helm putih !). Aku lihat memang ada yang pakai helem putih, dia sedang asyik dengan customernya yang akan tandem. Dia mendisplay (memberi contoh terbang) sebagai wahana promosi dia. Ternyata respon dari customernya tambah yakin bila ikut tandem pasti enak, dan kayaknya deal jadi.
Setelah yakin dengan incarannya, maka acara tandem dengan customernya jadi terbanglah dia, tidak lupa dia teriak "Engko disik pak yo, aku sik maburnya iki" (nanti dulu pak ya, aku masih menerbangkan ini). "Ok Gus, tak tunggu disini !", jawabku. Terbanglah dia..........wuuuussssssssssssssssssss.
Setelah menunggu beberapa saat dia naik ojek naik lagi, aku mulai siap-siap mental.
"Ayo pak mabur" (ayo pak terbang), ajak dia. "Ok aku siap", jawabku.
Maka aku pakai peralatan yang cukup dari dia dan dia mempersiapkan parasutnya. "Wis isok ta carane" (dah bisakah caranya), katanya. "Yo'opo", (bagaimana), kataku. Dia lalu menjelaskan teknisnya, dan aku bilang "Ok, aku siap". "Hitungan ke tiga lari terus tanpa berhenti", dia bilang. "Oyi", jawabku. Wuuuuussssssssssss..........................terbanglah parasutku.................
Melayang-layang diudara bak burung (bukan yang di dalam sangkar lo). Berayun-ayun dibawa hembusan angin melintasi awan-awan, berkelok diantara celah bukit (bukan yang kembar lo). Kulihat betapa indah pemandangan di bawah sana, burung-burungpun serasa menari diantara kita. Sungguh suatu pengalaman yang sangat indah dan tak terlupakan.
Perlu diperhatikan untuk kenyamanan, bahwa berat tubuh sangat menentukan. Kalo masih sekitar 60an kg, masih sangat memungkinkan berlama-lama di atas, kalau lebih biasanya akan cepat turun, susah untuk naik.
Mungkin itu dulu ceritaku tentang terbang paralayang di langit Songgoriti
No comments:
Post a Comment